Kesaksian lain diungkapkan oleh Siti Hutami Endang Adiningsih "etiap bulan Bapak sendiri yang mengingatkan saya untuk membayar uang sekolah. Setelah bapak memberikan saya uangnya, ibu mengingatkan saya untuk membawa beras karena pada saat itu saya duduk di sekolah dasar di Perguruan Cikini, biaya sekolah dibayarkan dengan uang dan beras satu liter. Bapak tidak berkenan jika hal itu dilakukan oleh orang lain. Bapak pula yang memberikan saya pendidikan agama dan mengajari saya membaca Al Quran.
Senada dengan pandangan beberapa tokoh di atas, mantan Wakil Presiden RI M Jusuf Kalla menjelaskan bahwa Peran Presiden RI periode 1966-1998, HM Soeharto, dinilai besar dalam pembangunan ekonomi dan pertanian Indonesia. Hal tersebutdapat dibuktikan oleh Soeharto diawal masa kepemimpinannya mampu menurunkan tingkat inflasi dari 650 persen menjadi 12 persen . Selain itu, almarhum Soeharto semasa menjabat Presiden RI juga punya andil besar dalam pembangunan irigasi pertanian yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara, yang sampai saat ini belum ada presiden yang mampu menandinginya. "Itulah sumbangan terbesar dalam pembangunan ekonomi, selain membuat Indonesia ini dapat berswasembada pangan karena belum ada presiden yang dapat membangun saluran irigasi pertanian sebesar yang dibangun Pak Harto," ujar Kalla.
Jusuf Kalla juga menyampaikan pengalamannya tatkala suatu pagi dipanggil ke rumah Presiden Soeharto di Cendana untuk diminta membantu salah satu badan usaha milik negara (BUMN). "Ketika itu banyak orang mengatakan, hati-hati ketemu dengan Pak Harto, jangan sampai mengangkat tangan di atas bahunya. Saya menerangkan berbagai hal dengan mengangkat tangan di atas bahunya, ternyata beliau tidak marah dan biasa-biasa saja," katanya. Kalla pun mengemukakan, sebenarnya Pak Harto itu tidak selalu seperti yang dibicarakan orang, tetapi karena kebaikannya itulah yang sering disalahgunakan orang.
Sekelumit Cerita dan ungkapan dari beberapa tokoh yang selama ini bersentuhan langsung dengan Mantan Presiden tersebut tentu menjadi acuan dan gambaran bagi kita semua untuk menilai seseorang hanya dari satu sisi saja, yang (sementara ini) terdengar nyaring hanya pada sisi negatif-nya saja.
Belajar menghargai para pemimpinnya
Pada prinsipnya setiap kita adalah pemimpin, dan akan bertanggungjawab dengan kepemimpinannya. Dalam sebuah hadits nabi SAW pernah mengingatkan kita “bahwa kalian akan menjadi saksi (kebaikan dan keburukan) bagi yang lain di dunia, dan malaikat akan menjadi saksi di akhirat”. Sepenggal kalimat yang mengandung pesan yang luar biasa ini, (menurut pemahaman saya) setidahnya mengisyaratkan 3 hal: pertama, bahwa setiap manusia akan menjadi saksi bagi yang lain kelak ketika Allah SWT meminta pertanggungjwaban kepada apa yang sudah dilakukan oleh manusia tersebut. Kedua, bahwa kemampuan manusia sifatnya terbatas. Dan ketiga, penilaian seseorang bersifat subyektif, dalam artian bahwa pemahaman orang lain terhadap yang banyak disebabkan oleh faktor yang mempengaruhinya saat itu. Dalam pembahasan pada tulisan ini lebih terfokus pada pemahaman yang ke tiga, yaitu subyektifitas pandangan manusia terhadap yang lain.
Kita seharusnya menyadari sepenuhnya bahwa setiap manusia mempunyai kelemahan dan kelebihan dan itulah makna obyektifitas penilaian. Pun dengan konteks pembahsan dalam tulisan ini, bahwa para pemimpin negeri ini tidak lepas dari under estimate masyarakat terhadap kepemimpinannya. Tentu kalau kita mau jujur, sikap under estimate tersebut muncul karena sikap anti, lawan politik, teraniaya dan lain sebagainya. namun secara general saya katakan perilaku tersebut tidak lain karena tidak mendapat “jatah Kue” masa kepemimpinannya, atau minimal tidak tersentuh dengan kue pembangunan tersebut.
Dari berbagai kajian yang pernah saya pelajari, bahwa setiap orang mempunyai karakter kepemimpinan sendiri-sendiri, sehingga perilaku kepemimpinan para “penguasa” bisa berbeda satu dengan yang lain. Namun demikian, (dengan penuh keyakinan) dapat saya katakan bahwa semua pemimpin –baca: Presiden Indonesia- mempunyai I’tikad yang baik dalam upaya membangun Indonesia yang lebih baik, tentunya dengan cara masing-masing. Namun tujuannya tetaplah sama yaitu kesejahteraan dan kemakmuran masyarakatnya. Pun apabila ada penyelewengan itu termasuk “human error” yang ada diluar pola alamiah pemimpin yang saya maksud. Dengan cara masing-masing pemimpin tersebut dalam membangun bangsa ini tentu membutuhkan komitmen dan dukungan dari semua komponen masyarakat agar arah pembangunan semakin jelas dan tertata dengan baik.
Prinsip dasar inilah yang perlu di sadari oleh kita semua agar tidak ada persoalan dikemudian hari. Mungkin inilah yang menjadi penyebab kenapa para presiden kita selalu tersandung masalah diakhir masa kepemimpinannya, termasuk mantan presiden Soeharto. Perlu sikap bijak dan penghargaan dari kita semua atas perilaku mantan presiden Indonesia dengan menilai dan menghargai atas jaja-jasa besar mereka, bukan mencari kesalahan-kesalahanya. Dan kesalahan kepimipinan tersebut seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi para pemimpin dimasa yang akan datang untuk dijadikan dasar kepemimpinannya kelak. Bukankah Nabi SAW pernah mengingatkan kita semua bahwa “ ambillah yang baik dimasa lalumu dan tinggalkanlah apa yang tidak baik”. Wallahu a’alam
Sekelumit Cerita dan ungkapan dari beberapa tokoh yang selama ini bersentuhan langsung dengan Mantan Presiden tersebut tentu menjadi acuan dan gambaran bagi kita semua untuk menilai seseorang hanya dari satu sisi saja, yang (sementara ini) terdengar nyaring hanya pada sisi negatif-nya saja.
Belajar menghargai para pemimpinnya
Pada prinsipnya setiap kita adalah pemimpin, dan akan bertanggungjawab dengan kepemimpinannya. Dalam sebuah hadits nabi SAW pernah mengingatkan kita “bahwa kalian akan menjadi saksi (kebaikan dan keburukan) bagi yang lain di dunia, dan malaikat akan menjadi saksi di akhirat”. Sepenggal kalimat yang mengandung pesan yang luar biasa ini, (menurut pemahaman saya) setidahnya mengisyaratkan 3 hal: pertama, bahwa setiap manusia akan menjadi saksi bagi yang lain kelak ketika Allah SWT meminta pertanggungjwaban kepada apa yang sudah dilakukan oleh manusia tersebut. Kedua, bahwa kemampuan manusia sifatnya terbatas. Dan ketiga, penilaian seseorang bersifat subyektif, dalam artian bahwa pemahaman orang lain terhadap yang banyak disebabkan oleh faktor yang mempengaruhinya saat itu. Dalam pembahasan pada tulisan ini lebih terfokus pada pemahaman yang ke tiga, yaitu subyektifitas pandangan manusia terhadap yang lain.
Kita seharusnya menyadari sepenuhnya bahwa setiap manusia mempunyai kelemahan dan kelebihan dan itulah makna obyektifitas penilaian. Pun dengan konteks pembahsan dalam tulisan ini, bahwa para pemimpin negeri ini tidak lepas dari under estimate masyarakat terhadap kepemimpinannya. Tentu kalau kita mau jujur, sikap under estimate tersebut muncul karena sikap anti, lawan politik, teraniaya dan lain sebagainya. namun secara general saya katakan perilaku tersebut tidak lain karena tidak mendapat “jatah Kue” masa kepemimpinannya, atau minimal tidak tersentuh dengan kue pembangunan tersebut.
Dari berbagai kajian yang pernah saya pelajari, bahwa setiap orang mempunyai karakter kepemimpinan sendiri-sendiri, sehingga perilaku kepemimpinan para “penguasa” bisa berbeda satu dengan yang lain. Namun demikian, (dengan penuh keyakinan) dapat saya katakan bahwa semua pemimpin –baca: Presiden Indonesia- mempunyai I’tikad yang baik dalam upaya membangun Indonesia yang lebih baik, tentunya dengan cara masing-masing. Namun tujuannya tetaplah sama yaitu kesejahteraan dan kemakmuran masyarakatnya. Pun apabila ada penyelewengan itu termasuk “human error” yang ada diluar pola alamiah pemimpin yang saya maksud. Dengan cara masing-masing pemimpin tersebut dalam membangun bangsa ini tentu membutuhkan komitmen dan dukungan dari semua komponen masyarakat agar arah pembangunan semakin jelas dan tertata dengan baik.
Prinsip dasar inilah yang perlu di sadari oleh kita semua agar tidak ada persoalan dikemudian hari. Mungkin inilah yang menjadi penyebab kenapa para presiden kita selalu tersandung masalah diakhir masa kepemimpinannya, termasuk mantan presiden Soeharto. Perlu sikap bijak dan penghargaan dari kita semua atas perilaku mantan presiden Indonesia dengan menilai dan menghargai atas jaja-jasa besar mereka, bukan mencari kesalahan-kesalahanya. Dan kesalahan kepimipinan tersebut seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi para pemimpin dimasa yang akan datang untuk dijadikan dasar kepemimpinannya kelak. Bukankah Nabi SAW pernah mengingatkan kita semua bahwa “ ambillah yang baik dimasa lalumu dan tinggalkanlah apa yang tidak baik”. Wallahu a’alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar